Ketua : Sarah Gracia
Anggota : Caroline Utama
Risya Oktari
Suryany
Abdul Halim
Pada posting kali
ini saya akan membahas tentang teori ekologi yang dikemukakan oleh Urie
Bronfenbrenner. Teori Ekologi merupakan pendekatan Bronfenbrenner untuk
memahami berbagai proses dan konteks perkembangan pada manusia. Fokus utama
dari teori ekologi Bronfenbrenner adalah pada konteks social di mana anak
tinggal dan orang-orang yang memengaruhi perkembangan anak.
Bronfenbrenner
mengidentifiasi lima sistem kontekstual yang saling berkaitan yaitu :
Mikrosistem, Mesosistem, Eksosistem, Makrosistem, dan Kronosistem.
1. Mikrosistem merupakan
sebuah pola interaksi seperti kegitan, peran, dan hubungan dalam sebuah lingkungan
seperti keluarga, sekolah, tempat kerja, atau lingkungan tempat tinggal dengan
kata lain menekankan mengenai setting di mana individu menghabiskan banyak
waktunya dalam interaksi sehari-hari dan bertatap muka dengan orang lain. Misalnya
saya paling sering menghabiskan waktu di rumah saya. Jadi tentu saja saya
paling sering berinteraksi dengan keluarga saya. Saat di rumah, ayah dan ibu
saya lumayan cerewet, jadi mungkin saja gara-gara itu saya juga berkembang
menjadi cerewet. Selain itu, di rumah orang tua saya juga tidak membatasi saya
dalam berbicara, karena itu, saya merasa bebas dan lebih rileks kalau berinteraksi
dengan keluarga saya.
|
3. Eksosistem hampir sama seperti mesosistem, yang terdiri atas kaitan antara dua atau lebih lingkungan. Namun demikian, terdapat perbedaan antara mesosistem dan eksosistem, yaitu pada salah satu lingkungan, seperti tempat kerja orang tua. Sesuai dengan pengalaman saya, lingkungan tempat kerja orang tua juga berpengaruh terhadap perkembangan saya walaupun hal tersebut memengaruhi perkembangan saya secara tidak langsung. Dulu, sebelum tempat tinggal saya dijarah, ibu saya hanya menjadi ibu rumah tangga dan selalu berada di rumah menemani anak-anaknya. Namun setelah peristiwa tersebut, ibu saya mulai bekerja dan menjadi lebih jarang bersama dengan anak-anakya karena pagi-pagi sekali ibu saya sudah berangkat untuk bekerja dan saat ibu saya pulang saya masih berada di sekolah, sehingga hanya pada malam hari saja saya bisa berkomunikasi dengan ibu saya. Hal ini tentu memengaruhi perkembangan saya. Dan karena itu juga mungkin saya lebih dekat dengan ayah saya dibandingkan dengan ibu saya.
4. Makrosistem mencakup kultur yang lebih luas. Hal ini berkaitan dengan budaya dalam lingkungan seseorang berkembang akan memengaruhi perkembangannya. Pengalaman saya yang berkaitan dengan makrosistem adalah budaya yang dulu menganggap laki-laki itu lebih penting dibandingkan dengan perempuan. Di rumah, saya merasa bahwa nenek saya lebih perhatian kepada abang dan adik laki-laki saya dibandingkan dengan saya dan kakak saya. Saat di sekolah dasar juga lebih banyak guru yang memilih laki-laki sebagai ketua kelas dibandingkan dengan perempuan. hal itu tentu memengaruhi perkembangan saya. Karena itu saya menjadi tidak percaya diri bila harus bersaing dengan laki-laki. Namun, semenjak saya memasuki SMP, kepala sekolah selalu mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan itu sama. Karena itu jugalah, saya mulai meyakinkan diri saya bahwa saya juga setara dengan anak laki-laki. Dan sekarang saya pun sudah tidak minder lagi bila harus bersaing dengan anak laki-laki. Jadi, budaya dalam lingkungan seseorang berkembang itu sangat memengaruhi perkembangan seseorang.
5. Kronosistem mempengaruhi kadar stabilitas atau perubahan dalam dunia seseorang. Hal ini dapat mencakup perubahan-perubahan dalam komposisi leluarga, tempat tinggal, atau pekerjaan orang tua, serta peristiwa-peristiwa yang lebih besar seperti bencana alam. Hal ini terjadi saat saya berumur 7 tahun ketika nenek saya tiba-tiba tinggal dengan kami. Awalnya, saya sangat tidak menyukai nenek saya yang selalu membedakan laki-laki dan perempuan. Saya belum dapat menerima nenek sebagai anggota keluarga saya yang baru. Karena itu, saya selalu berperilaku nakal. Hal ini memengaruhi perkembangan saya, terutama perkembangan emosi saya yang sering menjadi marah-marah. Sekarang saya sudah dapat menerima nenek saya. Namun, emosi saya yang mudah marah menjadi sebuah kebiasaan sehingga sekarang saya menjadi gampang marah-marah.
~ Sekian ~